I do love that road.
Lurus, tanpa putus, sepanjang 16 km.
Berdesakan di bus kota setiap pagi menjadi sekaleng sarden -nyaris menjadi dendeng- dengan bau yang.. ah, entahlah, campur aduk
Mendekap tas berisi buku setebal kamus besar bahasa indonesia, dan sesekali mengecek benda pintar yg bergetar di dalamnya
Kondektur mengocok tangan
Gemerincing receh terdengar
Setiap tangan merogoh kocek dalam
Mencari selembar lima ribuan
Gemerincing receh terdengar
Setiap tangan merogoh kocek dalam
Mencari selembar lima ribuan
“Anak sekolah ya bang.”
Sesekali sumpah serapah terdengar ketika uang kembalian tidak sesuai yang diharapkan
Sesekali pula saya mencolek abang kondektur dengan tampang tak enak 'kembalian saya kurang bang.'
Lalu saya menelusuri jalan itu dengan mata telanjang
Haus dengan rasa ingin bebas dari dalam kaleng yang mulai terasa sesak
Haus dengan rasa ingin bebas dari dalam kaleng yang mulai terasa sesak
Deretan pohon hijau, plat nomor F dan B yang bergerak berlawanan, dan puluhan mobil lain yang tancap gas mengejar tujuan masing-masing
Selalu ada jeda 10 menit sebelum akhirnya berhenti di ujung 16km, berjalan menuju tempat yang dituju dengan seragam putih-krem setiap senin hingga sabtu
The road that i missed
For 4 year i’ve been walking on your body
For 4 year i’ve been walking on your body
Ketika sekarang saya hanya dapat berjalan kaki menelusuri gedung kampus yang berliku
Entah mengapa saya merindui deretan pohon, desakan dalam kaleng sarden, bau keringat, semilir angin, mengejar bus, kecrekan kondektur, suara serak pengamen, hingga jeda 10menit yang melenakan.
Well, selalu ada hal kecil yang merindukan dari setiap momen. Hal kecil yang sama sekali tidak penting.
#kangen tidur di bus
:)
:)