31 Maret 2011

Tempat Semedi!

Saya punya tempat semedi kalo kerja. hihi, karena terkadang anak-anak engga ada jadwal lab, makanya assistant lab seperti saya, yang dikasih wifi penuh seharian, sebuah laptop dan ide, akhirnya memilih untuk semedi deh.
di ruangan yang besarnya cukup untuk sebuah kontrakan ini, saya menghabiskan waktu selama satu tahun bekerja, nungguin SNMPTN mulai, dan memulai ide-ide saya yang mengalir walau ga jelas arah tujuannya kemana.

mau liat kayak apa?
yuk!


pintu masuk ruang semedi

suasana ruang semedi baru (dulu berantakan parah!)

heh? kok miring? ini mikroskop di pinggir jendela :)

kevin and tiara hand made. gambarnya sadis.

nyolong organ sana sini buat dipajang *evilmode*

huft, dulunya kaca ini tak sebersih sekarang :(

ini lima ikan centil yang siap menyambut kamu yg kasih makaann :)

tuh, centil kan? difoto langsung mangap. haha

halo, ini mocho. kura-kuraku. yg satu lg, mochi udh dikubur soalnya sakit.

ini ikan guppy, mereka kanibal ya ga sih?
preparation room, tadinya mirip gudang, setelah aku singsingkan lengan baju, buuumm! beres kaann? :D

alat praktek bejibun

eh, miring lagi. ini bahan kimianyaa :D
well, thats all.
hehe, lagi males posting apapun, jadi cuma futu futu aja
udah gitu pake digicam sekolahan lagi, jadi ga gitu bagus hasilnya, secara kameranya gak pro, yang motonya lebih ga pro.




ps: im gonna missed this place badly, juni 2011 aku kan resigggnn :'(

30 Maret 2011

Short Term Memory

Siapa kamu?

Itu pertanyaan yang saya dengar dari kedua bibir tipismu yang ternyata sudah membiru. Pekat. Kamu kini merokok, mas, saya tidak menyangkanya.

Saya bingung harus menjawab apa, karena memang saya tidak tahu harus memulainya darimana. Haruskah tentang pertemuan kita yang janggal? Atau tentang tawamu yang 
renyah dan menenangkan?

Dimas, ini saya, Nada, kamu tidak ingat?

Kamu menggeleng. Masih dengan wajah acuh yang sama, mata yang tak menatap ke bola mata saya sejak awal, dan pikiran yang kamu taruh di negeri antah berantah.

Ada urusan apa kamu dengan saya?

Jelas saya punya urusan denganmu! Terlebih ketika kamu mengepulkan asap rokok menjijikan itu ke muka saya ketika menanyakan hal itu!

Saya Nada Azalea. Temanmu, kita dulu sering ngobrol tentang banyak hal di pelataran kampus.

Kamu sejenak berfikir. Saya masih menunggu, berharap kamu bisa menggali lebih dalam memori pendek kamu yang sejak dulu tidak bisa saya andalkan. Berharap ada secercah memori tentang saya di lemari pikiranmu yang berantakan dan tak terurus.

Udahlah, saya gak inget kamu siapa. Mendingan beliin saya rokok aja, udah abis nih!

Saya tergugu. Kita kenal sejak lama dan kamu tidak mengenal saya? Bahkan ketika sudah saya sebutkan nama, dan mengaku sebagai temanmu? Tuhan, saya tidak percaya ini!

***

Nad, tempat pulang itu apaan sih artinya?

Saya mendengar kamu bergumam sesuatu, tapi saya tidak berhenti mengunyah kentang goreng dan mengetik di komputer, membuka facebook, mencari wall seseorang yang saya suka, dan fudulisme pun terjadi. Sesaat saya lupa kamu berada di samping saya.

Sebelum akhirnya sebuah kado manis saya rasakan di kepala saya. Jitakan cukup keras dari kedua tanganmu yang kekar itu.

Ehh, jitak jitak pala anak orang! Apaan sih? Ga liat orang sibuk?

Jitakan di kepala saya bertambah lagi.

Sibuk fudulin Rama maksudnya?

Saya memberikan senyum cengengesan terbaik saya kepadamu. Yaa, kayak elo sering 
fudulin Sinta, so I am either. Kebiasaan, gimana dong?

Kamu terdiam tidak menanggapi, malah mencomot kentang goreng saya dan menyedot fanta float saya yang sudah setengah habis.

Saya menunggu sambil memperhatikan wajahmu yang tiba-tiba terlihat moody. Menebak-nebak sifatmu yang seperti bunglon itu cukup melelahkan, terlebih ditambah mood jelek, untungnya kamu bukan perempuan yang bisa PMS, jika iya, mungkin kamu bisa terlihat seperti medusa dengan jutaan ular di kepalamu yang membatukan semua orang yang melihat matamu. Ckckck.

Nad, tempat pulang itu apaan sih artinya?

Hah?

Saya bingung mendapati kamu bertanya hal seperti itu. Maksud saya, saya bingung aja, seseorang seperti kamu bisa bertanya hal seperti itu. Hal yang jika saya jawab bisa menjadi puisi panjang tentang Rama, atau sok sok masukin sisi psikologis dan teori si ini dan si itu.
Kamu menunggu saya menjawab, saya tahu.

Well, tempat pulang apaan nih maksudnya? Konotasi apa denotasi?

Kalo arti tersirat apaan?

Konotasi. Siapa yang bilang?

Sinta.

Oh.

Baiklah sudah saya duga. Perempuan kamu yang pasti bicara tentang itu. Tak mungkin kamu tiba-tiba terfikir hal seperti itu jika bukan dari perempuanmu.

Tempat pulang bisa berarti buruk dan baik.
Buruk ketika dia hanya jadi tempat terakhir dimana kita gak bisa cari kesenangan lain di luar, cape foya-foya di luar, atau tempat sampah. Terakhir, terburuk.
Tapi bisa juga berarti baik, tempat dimana kita merasa nyaman dan bebas jadi diri kita sendiri.

Kamu sejenak terdiam. Saya menunggu.

Yah, kalo itu yang dimaksud Sinta, pasti maksudnya baik.

Saya terdiam, lalu bermaksud berkata lebih lanjut.
Tapi kalo berantem terus, saling nyakitin itu bukan tempat pulang namanya, mas.

Kamu menatap nanar ke atas langit dan bicara dengan gumaman tak jelas, mungkin bicara dengan dirimu sendiri

Ya, saya tahu.

***

Nad, kamu ngapain disitu?

Kamu menatap saya yang sedang berada di atas gedung dengan tatapan santai. Saya tidak melihat sedikit pun guratan kaget atau panik dari wajahmu yang semakin dewasa bersama dengan detik berlalu.

Bagaimana rasanya mati, mas?

Kamu tertawa, lalu menarik saya untuk duduk bersama. Saya menurutinya, saya tahu kamu tidak pernah mengecewakan saya. Kamu mengeluarkan sekaleng jus apel dan sebuah apel merah. Yang pertama adalah kesukaanmu, yang kedua adalah kesukaan saya.

Kamu lalu menutar lagu Kenny G dari playlist lagu di handpohe mu, saya yang memasukannya, memaksamu untuk mendengarkannya juga. Memaksamu untuk menyukai lagu itu juga. Padahal saya tahu lagu yang kamu suka beraliran keras, bukan jazz seperti saya.

Saya gak tau rasanya mati, Nad. Jangan tanya saya.

Kamu membaringkan diri menatap langit, saya mengikutinya. Lalu kamu menunjuk langit sambil berkata.

Saat ini, Tuhan melihat kita bukan? Melihat saya menunjuk langit, di samping kamu yang berniat bunuh diri hari ini.

Sebenarnya saya tidak peduli kamu mau mati atau tidak, yang saya pedulikan apakah nantinya saya jadi sendirian?

Mungkin bagi kamu saya tidak penting. Begitupun dengan cerita membosankan saya tentang Sinta. Saya dan kamu hanya dua orang tak saling mengenal yang hanya dipertemukan oleh satu hal. Cinta dengan cerita yang sama.

Saya menyayangimu seperti teman, adik, kakak, atau apalah yang kamu fikir itu penting. Jadi saya pun ingin kamu mengangap saya sebaliknya.

Jadi, bisakah kamu menunda keinginanmu untuk mati dan membiarkan Tuhan yang menggariskan ujung hidupmu dengan jalan-Nya sendiri?

Sementara menunggu, setidaknya kamu bisa memakan apelmu bersama saya, dan sekali lagi membicarakan Rama dan Sinta.

Saya mengangguk, lalu memakan apel saya dalam tangisan yang tak bersuara. Hanya sesekali terdengar suara apel dikunyah, dan guncangan bahu saya yang diredakan oleh pelukanmu. Bahumu basah oleh bulir Kristal yang turun dari mataku.

Bolehkah saya berharap agar semua memori saya hilang, agar kenangan Rama tidak membusuk di otak saya hingga saya terus berniat mati?

Kamu terdiam tidak menjawab.

***

Dimas, kamu ingat tentang apa yang saya katakan tentang tempat pulang dulu?

Ya.

Apa itu?

Tempat terakhir dimana kita gak bisa cari kesenangan lain di luar, cape foya-foya di luar, atau tempat sampah. Terakhir, terburuk.

Itu sisi buruknya. Saya juga mengatakan sisi baiknya.

Tidak ada sisi baik dari tempat pulang.

Ada.

Tidak.

Saya tahu kamu sudah berubah saat ini. Bahkan merokok, bahkan tidak tahu siapa saya. Tapi entah mengapa kamu masih mengingat apa yang saya katakan, walau sebagian, tentang arti tempat pulang.

Apa yang terjadi dengan kamu dan Sinta pada akhirnya?

Mata kamu yang tadinya menatap lurus ke arah jalan-jalan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan kemudian menatap saya intens. Seperti menyelam ke dalam riak bening yang menghiasi dua bola mata saya, mencari sesuatu yang saya tidak tahu apa itu.

Siapa Sinta?

Jangan bohong, saya tahu kamu mengerti siapa yang saya bicarakan.

Kamu terkekeh, lalu mengusap kepala saya pelan. Saya terkejut dan mundur beberapa langkah. Antisipasi dengan perubahan tingkahmu yang mendadak.

Kalau begitu, ceritakan tentang apa yang terjadi pada kamu dan Rama akhirnya.

Saya tertegun, dan tanpa sadar berkata,

Kamu ingat siapa saya?

Tawamu makin keras. Kamu mengambil sebatang rokok dari saku jaketmu dan menyulutnya cepat. Asap mengepul di udara, dan aku pun terbatuk.

Dari dulu kamu tak pernah tahan dengan asap, Nada.

Lalu kini saya yang gantian tertawa keras. Memori saya terangkat dan mengumpulkan semua serpihan bingung itu menjadi satu.

Short term memory?

Kamu mengangguk mantap.

***

Siapa kamu?

Nada menatap saya seperti orang lain, dan saya tahu bahwa harapannya yang dulu sudah terkabul.

Memorinya hilang. Seluruhnya.


Ps: terinspirasi dari obrolan singkat sebelum tidur bersama Dimas tentang kami yang sama-sama bermemori pendek :p

24 Maret 2011

Power booster!

foto dari sini
Saya lagi suka banget sama lagu ini, pertama kali denger di film karate kid yang pemeran utamanya anaknya Will Smith, dan suka banget sama lagu penutupnya.

Tapi gak tau siapa yang nyanyi, pas banget waktu saya main ke rumah sepupu yang update banget soal lagu, saya dengerin lagunya dan baru tau kalo Justin Bieber yang nyanyi.

Bener-bener power booster banget deh!
Apalagi lagi ada yang mau dicapai, ada yang jadi rival, atau ada kompetisi, lagu ini cocok banget buat membakar semangatmu!

Check this out!

See I never thought that I could walk through fire.
I never thought that I could take the burn.
I never had the strength to take it higher,
Until I reached the point of no return.

And there's just no turning back,

When your hearts under attack,

Gonna give everything I have,
It's my destiny.

Reff :
I will never say never! (I will fight)
I will fight till forever! (make it right)
Whenever you knock me down,
I will not stay on the ground.
Pick it up,
Pick it up,
Pick it up,
Pick it up up up,
And never say never.

I never thought I could feel this power.
I never thought that I could feel this free.
I'm strong enough to climb the highest tower.
And I'm fast enough to run across the sea.

And there's just no turning back,

When your hearts under attack,
Gonna give everything I have,
Cause this is my destiny.

back to Reff


Here we go!

Guess who?
JSmith and Jb!
I gotcha lil bro.

I can handle him.

Hold up, aight?
I can handle him.

Now he's bigger than me,

Taller than me.
And he's older than me,
And stronger than me.
And his arms a little bit longer than me.
But he ain't on a JB song with me!

I be trying a chill

They be trying to side with the thrill.
No pun intended, was raised by the power of Will.

Like Luke with the force, when push comes to shove.

Like Cobe with the 4th, ice water with blood.

I gotta be the best, and yes

We're the flyest.
Like David and Goliath,
I conquered the giant.
So now I got the world in my hand,
I was born from two stars
So the moon's where I land.

Back to Reff 2x

*lyrics dari sini:

*download lagunya di sini

*nonton videonya di sini

23 Maret 2011

Galau!

foto dari sini
Saya lagi galau. Bingung nentuin pilihan.

Kemarin sempet udah fix mau masuk jurusan keguruan Universitas Negeri Jakarta, ambil jurusan pendidikan kimia sama pendidikan matematika di dua pilihan test SNMPTN. Cuman tiba-tiba kepengen ambil kedokteran karena gengsi gedenya, haha, I know, ridiculous memang, sok gaya yah, haha, tapi entah kenapa pekerjaan yang saya pengen ga jauh tentang serve the best for others, model pelayanan public lah.
Seperti guru, dokter, bidan, wartawan, dll. Yang kebanyakan bertemu orang, berinteraksi, dan menolong orang lain.

Bukannya mau sok, tapi buat saya pekerjaan seperti itu punya kesenengan tersendiri. Saya tipe bosanan, jadi kayaknya ga bisa kerja kantoran kalo gak terpaksa. Saya bisa kerja depan computer lama, tapi lebih suka kerja di ruangan bebas.

Makanya saya kepengen jadi jurnalis dan wartawan.

Aniwei, ada gossip kalo jurusan apapun bisa jadi guru dengan ambil satu tahun profesi guru. Dan tadaa! Mereka dapet seritifkat dan bisa mengajar.

Terus buat apaan dong kuliah jurusan keguruan? Mendingan saya masuk UI, jurusan kimia dan matematika, kerja di sekolah international yang gak perlu pake sertifikasi guru dari diknas, dan kalo mau jadi guru di sekolah biasa, pegawai negeri sipil, tinggal ikut setaun profesi guru itu.

Ya gak? What do u think?

Akhirnya saya mutusin untuk coba jurusan kimia ui sama matematika ui dlu di tryout yang diselenggarakan tempat les saya, cuman buat uji coba. Kalo saya gak bisa masuk, berarti emang butuh energy dan semangat lebih banyak. Saya harus mengungsi dan hijrah serta hibernasi *hahaha* dari computer, games, internet, dan hal apapun yang bikin saya drolling, wasting time, termasuk baca komik dan pergi ke gramedia. Hahaha.

Wish me luck, wish I do my best, wish me get more spirit to do this, wish me to do not  get tempting to everything that I mention above, and wish me get the best with my best effort!

Haaaaaaaaaaaaaa, galau!

22 Maret 2011

Sebuah Pesan Pendek

foto dari sini

Kemarin malam saya dapet sebuah sms, macem sebuah doa lah, yang nyuruh di forward untuk teman2 yang mungkin kita sayangi, orang yang kita cintai, sahabat dekat, dan sebagainya, dan seterusnya.
Yang cukup nyentil itu kalimat terakhirnya sih, soalnya saya paling males biasanya dapet sms kayak gitu, nyuruh forward, apalagi pake anceman segala. Dih, gue gak percaya sama hal magic kayak gitu bung!

Well, aniwei, kelamaan ah, check this out!









Kirim pesan ini kepada mereka yang menyentuh hidupmu
Pada mereka yang membuatmu tersenyum ketika kamu membutuhkannya
Pada mereka yang membuatmu melihat sisi baik dari segala hal ketika kamu jatuh
Pada mereka yang persahabatannya kamu hargai
Pada mereka yang begitu berarti dalam hidupmu
Pada mereka yang mengubah hidupmu

Dan jika kamu tidak bisa mengirimkannya, jangan khawatir
Tak ada hal buruk yang akan menimpamu

Hanya saja kamu kehilangan satu kesempatan
Untuk membuat hati seseorang merasa berharga karena pesan ini.

Pada mereka yang membuat aku melihat sisi baik dari segala hal ketika aku jatuh,
Terima kasih.


20 Maret 2011

Tentang Perbedaan, menghargai dan melepas ego.


image taken from here
image taken from here



















Awal niatnya ikutan cuma karena saya belum ngerasain gimana sebuah launching buku sebenarnya. Dan akhirnya setelah telephone pihak panitia dan mastiin kalo acara ini buat umum, bukan untuk satu agama tertentu, akhirnya saya memutuskan untuk ikut dan mengajak orang lain.
Ada ka yudi, dinda, hening, dan nanda. Satu cowok dan empat cewek berjilbab.

Launching buku dan talkshow Si Cacing dan kotoran kesayangannya 2, oleh Ajahn Brahm. Seseorang yang lahir di London, merupakan lulusan Cambridge University, jurusan Fisika Teori dan pernah menjadi pengajar. Keluar dari pekerjaannya dan memilih menjadi murid Ajahn Chah, menjadi pertapa di pedalaman gunung di Thailand selama 9 tahun lamanya, dan sudah hidup menjadi seorang bikhu selama kurang lebih 30 tahun.

Semuanya sempet ragu untuk ikut, masalahnya jelas di tiket yang kita pesan tergambar seorang bikhu dengan jubah coklatnya, kacamata bening, dan kepala botaknya yang menunjukkan bahwa launching buku ini bertujuan untuk agama budha.

Saya coba cari bukunya yang edisi pertama, dengan pinjem ibu Mia, salah satu guru di tempat saya bekerja, then, saya baca cerita pertamanya.

Menceritakan tentang bagaimana sulitnya hidup sebagai bikhu yang telah bertapa selama 9 tahun di Thailand, dan kembali ke Negara Australia untuk membuat sebuah kuil untuk agama budha. Namun ia mengerjakannya semua sendirian, karena untuk seorang bikhu, mereka mengabdikan hidupnya untuk agama mereka, seperti pastur dalam agama Kristen, sehingga mungkin uang didapat dari donasi saja.

Membangun tembok, katanya, kelihatannya gampang, membuat tembok dengan batu bata:  tinggal tuangkan seonggok semen, sedikit ketok  sana, sedikit ketok sini. Ketika saya mulai memasang batu bata, saya ketok satu sisi untuk meratakannya, tetapi sisi lainnya malah jadi naik. Lalu saya ratakan sisi yang naik itu, batu batanya jadi melenceng. Setelah saya ratakan kembali, sisi yang pertama jadi terangkat lagi. Coba saja sendiri!

Setelah berusaha keras, ia akhirnya bisa membangun sebuah tembok. Namun setelah jadi, ia melihat ada dua batu bata yang jeleknya minta ampun berada disana! Melenceng, keluar jalur dan sangat tidak enak dilihat!

Siapa yang tidak naik darah?

Ia marah melihat bahwa hasil karyanya tidak sempurna, dan mengutarakan keinginannya pada guru besarnya Ajahn Chah untuk merobohkan tembok itu dan membangunnya dari awal. Itu pun yang sering saya lakukan ketika merasa pekerjaan saya jeleknya minta ampun. Hasilnya emosi jiwa dan berusaha mengacak-acak hasil pekerjaan saya! Seberapa lama pun saya mengerjakannya saya tidak peduli!

Tapi gurunya mengatakan bahwa biarkan batu bata itu seperti pada tempatnya. Tak perlu dirubuhkan dibangun ulang. Lalu setiap ada orang yang mungkin ingin memberikan donasi dan berkeliling melihat, Ajahn Brahm selalu menghindari mereka melewati tembok itu, malu katanya, karena ia sangat-sangat tidak suka dengan hasil karyanya yang buruk itu.

Suatu hari ada seseorang yang berkeliling dan menemukan kedua batu bata jelek itu.
Tau apa yang dikatakan seseorang itu?

“Itu tembok yang indah.” Katanya santai.

Ajahn Brahm berkata, “Pak, apakah kacamata Anda tertinggal di mobil? Apakah penglihatan anda sedang terganggu? Tidakkah anda melihat dua batu bata yang jelek yang merusak keseluruhan tembok itu?”

Orang itu menjawab, “Ya, saya bisa melihat dua batu bata jelek itu, namun saya juga bisa melihat 998 batu bata yang bagus.”

Cerita terakhirnya tentang kisah yang akhirnya digunakan sebagai judul buku ini, yaitu “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”, dimana setiap orang memiliki zona kenyamanan atau 'comfort zone', yang biasanya jarang banget mau meninggalkannya. Ajahn Brahm menggambarkan seperti dirinya, yang seorang biksu, terlahir kembali jadi seorang cacing yang tinggal dalam seonggok (maaf) kotoran cacing. Walaupun sudah diiming-imingi nirwana oleh sahabatnya, namun si cacing tetap memilih untuk tinggal dalam seonggok tahi yang baginya lebih ‘nyaman’.

Terkadang kita pun begitu, karena sudah nyaman dengan kehidupan, rutinitas, gaji, dan sebagainya, kita menjadi lupa, bahwa masih ada kesuksesan, kebahagiaan atau apapun yg baik yang bisa kita raih dibanding hanya bergelung dalam 'comfort zone' kita sendiri.

Dan dari situ, walaupun saya belum membaca keseluruhan bukunya, saya sadar bahwa bukunya ‘berisi’. Saya bukan seseorang yang bisa memahami kata-kata sulit yang dikatakan ‘orang bijak’ dan ‘orang pintar’. Oleh karena itu, cara Ajahn Brahm dalam buku ini untuk ‘mengetuk hati’ saya, begitu unik.

Seperti seorang ayah yang mendongengkan cerita kepada putrinya yang merengek dibacakan cerita pengantar tidur. Dengan cerita ia memberikan makna yang lebih luas dari cerita itu sendiri.

Terkadang, mungkin karena umur, remaja, dewasa, dan orang-orang tua begitu sulit untuk mengaplikasikan hal-hal baik yang datang dari luar, atau perkataan orang lain yang baik untuk mereka. Karena mereka sudah bisa berfikir lebih ‘bijak’, lebih ‘mengerti’, dan bisa tahu ‘hal baik’ dan ‘hal buruk’ tanpa perlu diberitahu lagi.

Mereka sudah ‘tahu’, yang sulit adalah bagaimana cara mereka mengatur agar diri mereka tersentuh untuk melakukan hal baik yang mereka ‘ketahui’ dengan cara menyenangkan.

Aniwei, acara yang berlangsung dari jam 7 hingga 10 malam itu tidak begitu terasa ternyata. Dengan ceritanya yang inspiratif, cara bicaranya yang menyenangkan, saya tahu saya bisa duduk berlama-lama hanya untuk mendengarkan kisah inspiratif Ajahn Brahm.

Hanya kami berempat yang menggunakan jilbab, duduk di deret terakhir karena semuanya sudah terisi penuh sejak jam 5 sore, cukup menyita perhatian. Saya cukup kaget awalnya, terasa sekali aura minoritas disana. Karena kami saja yang menggunakan jilbab, sebagai identitas seorang muslim, secara tidak langsung kami membuat orang lain menyorotkan lampu pada kami.

Haha, kesannya jadi over pede yah, tapi beneran sih, ada beberapa pasang mata yang lewat melihat kami dengan tatapan ingin tahu. Sama ketika kita mengaji, lalu datang satu orang yang tidak berjilbab di tengah majlis, ia akan membuat dirinya menjadi sorotan secara tidak langsung hanya karena berbeda, bukan?

Tapi ada sebuah rasa bangga dan lega juga disana. Ketika kami berani mengatakan bahwa kami muslim, lega karena kami tidak di diskriminasi, dan ketika merasakan begitu sopannya orang budha dalam menyambut tamunya.

Satu lagi yang saya ingat, ketika Ajahn Brahm turun dari podium, kami berdiri menyamping, hampir semua orang menutupkan kedua tangan di depan dada, memberikan rasa hormatnya pada bikhu bijaksana itu, dan ketika beliau melewati kami, senyumnya yang tak pernah hilang sekali pun, di foto, di podium, dimanapun, tersungging pada kami, lalu ia berkata, “Thank you for coming.”

Thanks for this wonderful night, Ajahn Brahm, Anda membicarakan banyak hal yang inspiratif bagi kami tentang arti perbedaan, menghargai, dan melepas ego.

“You would never change the world with complaining.”

“Don’t think it, just do it.”

“Setiap pagi, ketika kita baru bangun, lihatlah kaca, angkat kedua jarimu, tekan sisi-sisi bibirmu dan tersenyumlah disana. That’s the simple way to be happy.”

“Dalam hidup,memikirkan segala sesuatu itu tidak mudah, justru melakukannya lah yang mudah. So, just do it!”

“We must let go too much thinking, too much complaining..”

“Tempat dimanapun ketika Anda tidak ingin berada, disanalah penjara anda.”

Ajahn Brahm.


***

Review ini, diikut sertakan dalam giveaway nya mbak Inge, tadinya tullisan berakhir di quotes Ajahn Brahm diatas, tapi ada yang mesti ditambahin, yaitu buku yang kepengen dibaca, jadi yaa, check this out!

Nahh, ini nih, buku yang lagi kepengeeeenn banget dibaca itu bukunya Agnes Jessica yang pelangi itu, ada tujuh buku, Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu. cuman karena buaanyyak banget kayaknya mesti nabung dulu deh buat beli :(
buku-bukunya Agnes udah saya suka dari dulu, mulai Rumah beratap bougenville, mesin waktu, dongeng sebelum tidur, peluang kedua, angan sang cinderella, tunangan? Hmm.. dst dst. buaanyyak banget novelnya, dan kepengen koleksi aja, hihi. :D

kalo disuruh pilih satu buku, kayaknya saya pilih biru deh, because i do love bluee, hehe :D
nanti nabung lagi buat beli yg lain, pokoknya biru duluu!

"Diikutkan dalam Kita Berbagi yang di selenggarakan Cyber Dreamer" (http://cyberdreambox.blogspot.com/2011/04/kita-berbagi.html)


15 Maret 2011

Sax!

foto dari sini

Selera music saya dari dulu gak pernah berubah, selalu acak adul.
Seenaknya aja saya ganti dari rock ke pop, dari jazz ke metal, bahkan dari RnB ke nasyid. Hahaha, beneran deh, saya emang gak pernah konsisten masalah musik, karena music yang saya dengarkan hari ini, minggu ini atau bulan ini, bisa menjadi cermin dari suasana hati saya yang sebenarnya.

Lagu yang saya pilih untuk masuk dalam track list minggu ini adalah Kenny G.
 Dan saya pun jadi ngidam untuk belajar saxophone.

Waktu saya bilang sama kamu, responmu sungguh diluar dugaan.
*So when you starting your saxophone class?

Hah?
Seriusan deh.

Saya sendiri nganggep itu cuman angan-angan tau. Cuman kepengen, dan saya yakin sulit banget buat merealisasikannya.
Ya masalah waktunya, ya sense of music saya yang payah, ya biayanya, tempatnya, dan segala tetek bengek yang akan menghampiri saya kalo nekat mau ambil kelas saxophone.

Eniwei, saya jadi agak serem sendiri pas cari-cari tentang dimana tempat les sax yang bagus, dan beberapa posting menyatakan kalo maen sax harus ke dokter dulu. Cek kesehatan lah, soalnya katanya lagi nih, ada beberapa orang pemain sax meninggal muda karena sering kehabisan nafas, mandul, dan gossip-gosip sebagainya.
Itu engga menyurutkan mimpi saya sih, yang pasti di suatu saat nanti, ketika saya punya uang dan waktu, saya HARUS belajar main saxophone.

Entah hanya belajar dasarnya saja, atau sampe bisa main satu lagu, tapi saya harus mencobanya, sekalipun itu hanya sekali seumur hidup saya.
:D

Sahabat dan Orang Lain


foto dari sini


Ini cerita tentang bagaimana seseorang yang kamu anggap sahabat ternyata gak lebih dari sekedar ‘orang lain’.

Perlu digarisbawahi, saya yang jelas bukan tipe sanguinish popular yang terkenal dengan kebiasannya wara-wiri ngobrol sana-sini, memang mungkin tidak peka. Ditambah koleris kuat yang saya indap sejak lahir dan melankolis sempurna yang saya tahu ternyata baru ngefek dalam diri saya sejak SMA.

Intinya, saya jelas bukan seorang teman yang mengerti kondisi teman yang lain.
Seriusan, saya bukan orang yang peka, yang suka mendengarkan dan akhirnya nangis barengan kalo temen saya cerita. Atau yang malah ikutan riweuh, ribet sana-sini, tolongin sana-sini, dan akhirnya berakhir dengan happy ending.

Engga.

Saya cuman berusaha sekuat saya untuk mendengarkan *walau ujung2nya bete karena saya bosen dengan orang ngeluh*, berusaha sebisa saya untuk membantu jika memang ada yg perlu dibantu, dan smuanya selalu berakhir dengan ketidakjelasan masalah yang dihadapi teman-teman saya.

Eniwei, kata-kata favorit saya untuk setiap orang yang curhat adalah, think twice, be wise. Karena terkadang orang curhat sebenernya cuman butuh didengarkan, mereka marah, kecewa, kesal, dan lain-lain, yang saya ngomong pun gak didengarkan, yang advice saya rata-rata masuk telinga kanan dan kiri, tapi masiiih aja saya ngomong cuman karena ketika  saya bicara bisa membuat mereka rileks, merasa dihargai, dan merasa tahu kalau ternyata di dunia ini mereka engga sendiri.

Kata favorit lain untuk yang cerita adalah diri kalian tahu solusi terbaik untuk masalah yang kalian alami. Itu sih yang saya rasain yah, karena solusi emang beneran ada di dalam diri kita, cuman kita perlu orang lain yang mendukung kita untuk solusi itu. Merasa kita benar di jalan itu, dan akhirnya menjalaninya dengan perasaan ringan.

Well, karena sifat saya yang seperti diatas itu, ketidakpekaan saya seperti membawa hal buruk kepada hubungan cinta seorang teman.

Begini, mungkin saya yang salah yah, suka haha hihi sama cowok yang emang asyik diajak ngobrol, dan kebetulan, cowok itu adalah gebetan sahabat saya.

Sahabat saya, yang selanjutnya akan disebut cinta, mengenalkan saya pada cowok 
ganteng bermata sipit bernama rangga, yang saya sendiri engga pernah tatap muka secara langsung, Cuma kenal dari facebook aja.

Cinta menyuruh saya meng-add rangga sebagai friend di facebook, dan itu saya lakukan.

Tapi kemudian hubungan saya dengan rangga mungkin dilihat cinta terlalu dekat, dengan adanya kesamaan pada buku yang kita suka baca, dan cara bicaranya yang kekanakan terlihat manja dengan saya yang kata orang-orang keibuan, *apa gaya cerewet emak2 ya? Haha*

Lalu di suatu malam, sepulang saya dari tempat les, berjalan kaki dengan tungkai yang mulai lelah karena diforsir bekerja dari pagi hingga larut, getaran terjadi di saku celana saya.

Sebuah sms dari cinta masuk.

Saya terkejut membacanya, sekaligus miris.

Cinta     : Sudah sedekat apa loe sama rangga?
Saya      : sebatas wall di facebook dan sesekali chat. Kenapa?
Cinta     : kok kayaknya deket banget sih?
Saya      : engga lah, cuma gitu doang, kenapa, lo cemburu? Santai aja, gue gak ada rasa kok sama dia.
Cinta     : bukan cemburu. Gue cuman ngerasa elo langkahin aja. Kayaknya gue nyuruh lo nge-add dia bukan buat nyomblangin lo deh.
Saya      : (diam) 

Kalimat yang ingin saya tulis di sms pertama adalah

Ya Allah, gue engga sampe segitunya kali nyerobot gebetan orang. Kok loe tega sih nuduh gue sampe segitunya?

Tapi sms itu saya hapus. Lalu saya ganti dengan..

Saya      : sorry kalo lo ngerasa dilangkahin. Gue engga akan hubungin dia lagi, kalo perlu gue remove dia dari fesbuk gue.
Cinta     : bagus deh, dari dulu harusnya.
Saya      : iya, sorry sekali lagi.
Cinta     : ya, sama-sama.

Tahu apa yang terjadi? Seketika itu saya tersenyum. Sungguh, saya tersenyum dengan bulir-bulir tangis di sudut mata saya.

Tadinya saya ingin berdebat, hanya untuk mempertanyakan kemanakah kewarasannya hingga segitu terbutakannya cinta dan tidak melihat bahwa kami sudah lama sekali berteman?

Seketika itu saya terdiam sepanjang perjalanan bus. Saya sesekali tertawa, lalu kembali diam. Masih dengan perih yang menyiksa di dada.

Ketika sampai di rumah, saya menyegerakan mandi, karena mandi adalah sebuah ritual sakral bagi saya setiap pulang ke rumah, untuk meredakan amarah yang banyak menggelantung di kepala saya karena seharian bertemu dengan banyak orang.

Lalu saya menatap langit-langit kamar, mencoba merileks-kan diri saya, dan berharap mungkin yang terjadi hanyalah sebuah kejutan menyenangkan di april mop.

Tapi saat itu bukan bulan april.

Dan saya tahu itu kenyataan.

Untuk seterusnya saya mencoret dia dari daftar sahabat saya.
Saya tahu, mungkin ini karena kesalahan saya juga yang tidak bisa menempatkan diri saya di atas kepentingan percintaan orang lain.

Tapi saya masih tak mengerti, hingga kini, ketika akhirnya rangga pergi meninggalkan cinta untuk pekerjaannya, dan cinta mereka hanya jadi unrequited love, saya terus bertanya, sekaligus bersyukur.

Kenapa bisa dia bersikap seperti itu?

Dan terimakasih untuk rangga

Ia menunjukkan kepada mata saya apa artinya sahabat dan orang lain dalam satu jasad yang sama, sahabat saya, cinta.



Ps: Jika cinta membaca ini, maaf kalo ternyata saya tidak bisa lagi bersikap selayaknya sahabat dekat lagi padamu, bukan karena saya tidak memaafkanmu, tapi karena, kini bagi saya, kamu hanya orang lain, yang saya tidak begitu mengenal :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...