31 Januari 2014

Cerita di Balik Izin

Beberapa kali dalam sebuah keputusan, saya sering meminta izin kepada beberapa orang
Bukan hanya orangtua, namun orang-orang yang saya anggap penting untuk mengetahui keputusan tersebut
Penting dalam artian : mereka terkena dampak keputusan tersebut, mereka terlibat, atau mungkin mereka yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan akhir

Tapi ternyata makna izin seorang perempuan lebih dari itu.

Jalan-jalan ke blog nya Linda disini ternyata makna izin perempuan sangat dalam
Tulisan di bawah ini banyak mengambil bahan dari blog Linda, dengan sedikit perubahan untuk penyesuaian
Enjoy :D

~~


Kita sebagai perempuan, diharuskan untuk meminta izin ketika ingin pergi keluar, melakukan sesuatu, atau mengambil keputusan. Ketika belum berkeluarga, maka izin diminta pada orang tua, namun ketika sudah menikah, maka izin diminta kepada suami.


Tapi pernah curious gak sih, kenapa Islam begitu mengatur urusan izin-izinan ini? Kita kan sudah besar, sudah dewasa, sudah bisa atur hidup sendiri, kenapa juga harus minta izin suami?

Selain alasan keamanan, ternyata ada cerita di balik permintaan izin itu.

Hal ini berasal sejak akad. Linda dalam blognya berkata begini...



Jadi ya, akad nikah itu dalam Al-Qur’an namanya mitsaqon golidzon, perjanjian yang berat.. saat bapak pihak perempuan berkata ‘saya nikahkan..’ kemudian disambut oleh pihak laki-laki dengan menjawab ‘saya terima..’, itu artinya pihak laki-laki sedang berkata begini..
Saya terima konsekuensi surga dan neraka fulanah sebagai istri saya.. saat dia lalai saya bertanggung jawab untuk mengingatkan dan menarik dia sampai dia kembali menjadi taat.. dan dosa kelalaiannya akan masuk kepada perhitungan dosa saya sebagai orang yang bertanggungjawab atasnya.. saat dia durhaka, dosa istri saya juga akan saya tanggung sebagai hisab amal saya sebagai orang yang bertanggungjawab atasnya.. dan semua tindak dosa yang istri saya lakukan akan masuk kepada neraca dosa saya sebagai orang yang bertanggungjawab atasnya..
Dengan kata lain.. pihak laki-laki sedang berkata : saya menanggung sebagian dosa istri saya sebagai orang yang bertanggungjawab atasnya.

Nah?

Dulu, mungkin sebagian dosa kita ditanggung ayah kita, namun ketika akad sudah diucapkan, semua beban itu berpindah pada suami kita.

Boleh jadi ini sebuah pukulan telak bagi para ikhwan galau yang sering ingin menikah muda. 


Pertanyaan yang ingin saya ajukan, 'Sudah siapkah Anda menanggung sebagian dosa kami? Dosa ketika Anda lalai mengingatkan kami, dan akhirnya kami berbuat dosa?'

Karena terkadang menikah muda bukan hanya urusan melegalkan hubungan daripada jadi fitnah, bukan juga hanya tentang menggabungkan dua insan dan dua keluarga. Ternyata menikah itu artinya lebih luas dari itu.

Ka Sigit, Presiden Mahasiswa IPB tahun 2013 pernah menulis di blognya seperti ini..



"Menikah bukan sekedar menyatukan dua insan dan dua keluarga sebagai wadah silaturahim. Disinilah nilai ibadah dan nilai saling memberikan keteladanan, terlebih bagi seorang pria.  Bahwa kelak kita dituntut harus bisa mengarahkan. Pertanyaan besarnya, bagaimana hendak mengarahkan jika kita sendiri masih sering dikalahkan kemalasan atau nafsu sendiri. Intinya, sudah mulai punya bekal apa untuk sampai kepada tanggung jawab itu. Sebuah peringatan untuk berbenah (:"


Ya kan?
Tapi ini bukan semerta-merta memberikan beban sepenuhnya pada laki-laki untuk menanggung dosa ya.
Para perempuan yang 'waras' juga tau kok, kalo udah nikah, rumahnya dibangun dari dua orang, dua hati, maka segala yang terjadi di rumah harus berlandaskan dua hati tersebut juga. Termasuk soal saling mengingatkan :)

Penting bagi laki-laki untuk memilih sosok perempuan yang baik. Rasul pernah bersabda
"Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Dan dahulukanlah agamanya, jika tidak maka kamu akan menyesal. "(HR. Bukhari)
Karena jika pemahaman agamanya sudah baik, maka tentu ia akan lebih mudah diarahkan, bengkok rusuknya akan lebih mudah diluruskan :)

Bukan hanya mudah untukmu, tapi juga baik untuk anak-anakmu. Para buah hati yang siap menjadi ladang amal lainnya ketika kamu sudah meninggal. 

Linda berkata dalam blognya,
Ibu itu ibarat sekolah, jika kau persiapkan dengan baik, berarti tengah kau persiapkan satu bangsa yang berbudi luhur.(Syaikh Mahmud Al-Mashri)
Terakhir last quotes, mungkin ga nyambung.
Bang Tere pernah bilang, "Kenapa orang2 tidak menuntut ilmu agar bisa mendidik anak2nya menjadi keren,"

Dengan lantang saya katakan, 
"Saya mau sekolah tinggi, bukan hanya untuk saya, keluarga saya, tapi untuk anak-anak saya nanti, mereka harus lebih keren sekolahnya, ilmunya, dan akhlahnya dari ibu dan ayahnya."
Wallahu alam :)
Semoga bermanfaat :D





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...