12 September 2012

1000 Hari Pertama Kehidupan

image is taken from here

"Sudah gak jaman lagi namanya gizi buruk, sekarang adalah trend nya anak pendek," (Prof. Dr. Emirtus Soekirman, 2012)

It was a cloudy day. Mata kuliah terakhir di hari Selasa yang saya ambil bersama dengan 8 teman dari ilmu dan teknologi pangan IPB, di kelas RK 4 AGB ternyata bukan kuliah biasanya. Hari ini terlihat agak berbeda dengan wajah-wajah baru di kelas. Actually it wasnt a new face at all, beberapa wajah saya kenal, kakak kelas, bahkan dari pasca sarjana ikut duduk di kelas yang sama.

Ya, hari ini kami kedatangan dosen tamu, seorang profesor yang ahli di bidangnya. Beliau adalah Prof. Dr. Emirtus Soekirman. Bapak yang masih sangat semangat dalam mengajar ini terlihat sangat hightech, dengan ipad putihnya dan mike yang menggantung di saku bajunya.

Kuliah di buka dengan istilah gizi yang sering misspell dengan nutrisi. Ibu Evy Damayanti, sebagai koordinator mata tuliah Ilmu Gizi Dasar yang saya ambil, pada kuliah pertamanya sudah menjelaskan bahwa memang terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara gizi dan nutrisi. Yakni, gizi itu untuk manusia, sementara nutrisi untuk hewan.

Misspell ini adalah kesalahan penyerapan makna dari kata nutrition dari bahasa Inggris, yang dialihbahasakan menjadi nutrisi dalam bahasa Indonesia.

Bapak Emirtus pada tahun 1958 diberikan tugas oleh gurunya, yakni Prof. Poerwo Soedarmo, atau dikenal sebagai bapak Gizi Indonesia, untuk menelaah lebih lanjut mengenai arti kata nutrisi dan gizi ke lembaga bahasa pada saat ini. Ternyata, akar bahasa Indonesia sendiri berasal dari 2 bahasa, yakni sansekerta dan bahasa Arab. Dalam bahasa sansekerta, nutrition diterjemahkan svastaharena, sementara dalam bahasa Arab, itu adalah ghizai, atau akhirnya disebut gizi.

Intinya, sebagai seorang profesional dalam bidang makanan atau pangan, seharusnya yang kita gunakan bukanlah nutrisi, melainkan gizi. Karena istilah ini lah secara resmi diartikan sebagai arti dari nutrition dari bahasa Inggris. Sementara svastaharena digunakan dalam lambang persagi.

Selanjutnya bapak Emirtus menjelaskan mengenai konsep malnutrition, atau gizi buruk yang sudah tidak menjadi trend lagi saat ini. Anak pendek adalah sebuah istilah baru untuk anak yang mengalami hambatan pertumbuhan dibanding anak yang lain.

Anak pendek atau stunting adalah mencapai 3,67% dari total anak di Indonesia yang mencapai 22-23 juta, dan hampir 60% dari jumlah anak pendek tersebut berasal dari NTT. Hal ini menyiratkan bahwa anak pendek sangat erat kaitannya dengan kemiskinan dan kekurangan zat gizi.

Indonesia sendiri menempati urutan kelima dari negara-negara di dunia untuk jumlah dari anak pendek. Urutan pertama ditempati oleh India, kemudian China, Nigeria, Pakistan, dan terakhir Indonesia. Mirisnya, dalam waktu yang sama, Indonesia menempati urutan ke 16 negara terkaya di dunia. Wooow! Kaya bahan alam, namun warga negaranya miskin hingga anak kekurangan gizi sangat banyak, nyaris 7,6 juta anak di Indonesia!

Penyebab terjadinya anak pendek bukanlah dari faktor genetik, melainkan karena kekurangan gizi secara kronis sejak hari pertama. Ya, hari pertama dimana sel telur bertemu dengan sperma membentuk zigot yang diberi nama konsepsi (saya baru tau istilah ini, sejak dulu SD namanya selalu pembuahan).

Selain itu, kondisi si ibu juga sangat menentukan. Jika ibunya mengalami penyakit atau tinggal dalam lingkungan berpolusi, dapat menyebabkan anak lahir dengan kondisi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). I already get this. Saya dulu lahir dengan berat 2,8 Kg dan itu cukup dibawah normal. Bayi dengan berat badan rendah ini perlu diberikan ASI hingga 2 tahun, perawatan yang baik, imunisasi teratur, dan sering ke posyandu untuk dapat menyusul ketinggalannya dengan bayi lain. Dan alhamdulillah saya dapat menyusulnya, bahkan mungkin lebih, #eh, :P

Anak pendek ini, berpotensi juga untuk terkena penyakit jantung, stroke, darah tinggi, dan kanker dibanding anak yang lain.

Oleh karena itu, pemerintah dunia menggalakkan program SUN atau Scalling Up of Nutrition untuk mencegah bertambahnya jumlah anak pendek di setiap negara. Indonesia sendiri memberikan nama 1000 hari pertama kehidupan sebagai program yang sejenis dengan SUN.
Dimulai dari pembekalan sejak hari pertama, konsepsi, hingga hari ke 1000, yah mungkin dihitung-hitung hingga usia ASI yakni 2 tahun. Program ini akan memberikan persalinan gratis kepada setiap ibu di kelas III rumah sakit. Saya belum sempat menanyakan program apa lagi yang akan diberikan kepada ibu hamil dan menyusui dalam 1000 hari ini kepada bapak Emirtus karena keterbatasan waktu.

Yang pasti, program ini belum begitu populer digaungkan di media cetak dan elektronik di Indonesia. Mungkin teknisnya sedang digodok dan dimatangkan sebelum launching ke masyarakat.

Well, overall, kuliah hari ini begitu menginspirasi. Entah kenapa tiba-tiba saya kepikiran salah jurusan, haha, kayaknya kerenan gelar S.Gz dibanding STP. hahaha :P

Ini menginspirasi saya untuk mengembangkan produk dengan teknologi pangan yang saya geluti dalam kuliah, yang berfokus pada mengurangi angka anak pendek dan gizi buruk di Indonesia. amiinnn. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...