03 Oktober 2011

Subjektifitas


Saya engga ngerti tentang apa arti politik itu sebenarnya.
Saya juga engga tertarik sama sekali buat belajar, apalagi menekuni ilmu-ilmu yang berhubungan sama politik, hukum, perdata, pidana, dan segala macem yang berkaitan sama mereka itu.

Entah karena antipati, atau memang saya sudah membuat paradigma bahwa politik itu kotor, yang pasti saya membuat tembok berlin untuk membentengi diri saya dengan yang namanya politik.

Tapi, saya baru merasakan bagaimana sebuah politik, entah dalam arti baik dan buruk, terjadi di hari ini.
Ketika saya dihadapkan dengan sebuah opera sabun yang mempunyai pemain berkarakter lengkap, antagonis, protagonis, tritagonis.

Hari ini sidang verifikasi pemilihan raya presma-capresma.
Terdapat 4 bakal pasangan calon presma dan wapresma yang berkasnya harus diverifikasi dan dinyatakan kelulusannya atau tidak.

Persiapan sudah kami lakukan sejak seminggu lalu. Mulai dari uji materi Surat ketetapan, penyiapan SC (Student Centre) dibooking seharian itu untuk acara kami, hingga simulasi pengecekan KTM antar bakal pasangan calon.

Saya sendiri masuk di tim pengecekan KTM, terdiri dari 11 orang untuk masing-masing fakultas, mulai fakultas A hingga I, ditambah TPB dan diploma.
Deg-degan banget, ini kali pertama saya berada dalam sebuah sidang, walau bukan sidang besar, tapi buat anak bau kencur macem saya, hal ini excited sekaligus bikin worried.

Apalagi saya ada agenda dulu paginya di SMASH, magang BEM, dan ternyata izinnya susah amit-amit. Saya boleh keluar tepat jam 9, dimana sidang sudah dimulai, dan saya lupa izin memakai surat disposisi untuk masuk ruangan persidangan. Gossshh!

Suasanya memanas seketika. Entah karena pemicunya keterlambatan beberapa panitia, dan masalah sepele seperti penggunaan almamater sebagai dress code acara. Ada beberapa orang yang entah berusaha memanaskan PEMIRA sesuai jargonnya 'Pengabdian yang Membara', atau memang sifatnya yang ceplas-ceplos tanpa tahu bagaimana cara berbicara dengan tata bahasa yang tidak menyudutkan?

Entahlah, saya memang orang bodoh yang tidak mengerti.
Namun tanpa terasa ada perasaan miris yang saya rasakan ketika melihat wajah-wajah mahasiswa yang saling menyudutkan dan berkata dengan nada sinis seperti itu.

Negara kita mungkin memang menganut asas demokrasi, tapi bukankah lebih dulu diajarkan tata krama, sopan santun dan adat timur tentang kesopanan ketika berbicara dan bertingkah laku terhadap orang lain?

Ketika kita seharusnya satu visi, hati, dan tujuan, untuk satu kampus, satu almamater, satu bangsa, negara, mengapa harus bersikap seakan kita musuh dan bertanding dengan cara yang tidak mencerminkan keluhuran budi pekerti kita?

Gak heran deh kalo anggota DPR pernah ribut saat sidang, wong mahasiswanya aja sidang kecil begini ribut. Semua dengan isi kepala panas, semua dengan pendapat masing-masing, semua dengan mulut bicara tanpa henti tapi telinga tidak mau mendengar pendapat siapapun.

Miris.

Ditambah dengan gugatan dan interupsi yang menurut saya tidak patut dicontoh.
Kenapa? Mbok ya kalo mau tanya, gugat, nolak, menyudutkan, lihat dulu faktanya, tanyakan dulu kebenarannya sebelum menyudutkan orang lain.
Ketika ternyata semua fakta berbalik menyudutkan anda, semua orang tertawa di belakang anda, saya rasa, jika saya jadi anda, saya sudah tidak punya muka untuk menginterupsi pimpinan sidang (lagi).

#tariknafasdalam2

Ah sudahlah.
Mungkin ini hanya tulisan saya yang tidak patut untuk dipublish karena beberapa makian di sana-sini.

Endingnya sih damai, semua selesai dengan baik, walau akhirnya ada beberapa pasangan calon mengajukan banding ke pengawas pemilihan raya, dan juga ternyata dari 4 bakal pasangan calon, hanya  1 yang lulus verifikasi, sehingga semua keputusan dikembalikan ke MPM (majelis permusyawaratan mahasiswa).



End?
Belum.
Perjuangan saya masih panjang, dan ilmu yang didapatkan pasti lebih banyak lagi. Entah tentang tata cara persidangan, izin masuk dan keluar sidang, cara menginterupsi, cara menentukan SK, uji materi, hingga bersikap BIJAKSANA di bawah tekanan mahasiswa lain.

Perjuangan kian membara, pengabdian terus berkobar!
Tetap semangat, jangan kalah oleh amarah!
:)


para pejuang yang membara!!


2 komentar:

  1. semangat ya, Lia :)

    itu kawah candradimuka yang bagus, lho. suer. kamu bisa belajar banyak di sana. memahami manusia, dan dirimu sendiri. semoga selalu dapat menarik pelajaran ya :)

    BalasHapus
  2. iya mbak, hehe, makasssihh
    dukung terus yaaa :*

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...